Wednesday, April 9, 2008

SENTRA CETAK JAKARTA BARAT

Usai mengupas sentra percetakan daerah Jakarta Selatan di edisi lalu, kini MAJALAH GRAFIKA INDONESIA menghadirkan liputan dari sentra di Jakarta Barat.
Tepatnya di jalan Murwadi Grogol. Kalau pembaca naik kendaraan umum,dan bila anda berhenti tepat di sekitar terminal grogol, anda tidak akan kesulitan menemukan lokasi percetakan di daerah Jakarta Barat ini. Tinggal tanya mana daerah percetakan yang buka 24 jam di daerah itu, pasti mereka tahu dimana letaknya.
Berdekatan dengan kawasan Roxy yang selalu ramai dan sudah terkenal dengan pusat bursa pasar handphone, kompleks percetakan ini juga tak pernah sepi. Sejak pukul sembilan pagi, jalan Murwadi sudah di penuhi klien-klien percetakan dan operator cetak yang sibuk beraktivitas.
Menurut pengakuan beberapa klien, daerah ini memang trkenal sebagai sentra percetakan. Ya, sepanjang jalan Murwadi, dapat ditemui sekitar 30 kios yang menawarkan berbagai jasa yang berhubungan erat dengan percetakan. Bisa ongkos cetak saja, maupun one stop shoping mulai dari setting, bikin fil sampai jilid.
Tak hanya percetakan, tapi tempat setting, film dan toko kertas juga dapat dijumpai disana. Kehadiran mereka disini memang untuk menunjang proses pencetakan sebuah produk agar dapat berjalan lancar. Tak hanya itu, mereka juga semakin meringankan ongkos percetakan, terutama bagi mereka yang ingin ‘jalan sendiri’.
Kebanyakan percetakan yang dikunjungi tim liputan kami, hampir semua urusan pagi harinya diserahkan kepada penanggung jawab atau operator cetaknya. Bos alias pemilik percetakan itu, banyak yang belum hadir.
PERCETAKAN KECIL PANTANG MENYERAH
Meskipun harus bersaing dengan lawan pesaing yang berat dari percetakan kelas menengah, para pengusaha percetakan kecil yang ada disitu tetap mampu berperang dibisnis percetakan.
Sebut aja Sumber Agung Printing, Anshell, Indah Prima, Tunas Muda Printing, Prisma, SAP, AM Printing, Mitra Percetakan Raya Sukses dan lainnya, tetap dapat menjalankan seluruh kegiatan bisnisnya, bahkan ada kios percetakan yang tak memiliki papan nama sama sekali, tetapi tetap dapat menerima order dengan lancar.
Salah satu faktor eksternal untuk dapat bertahan diakui Rio- penanggung jawab salah satu percetakan kecil – adalah loyalitas customer.
“ereka biasanya memiliki langganan tetap. Kebanyakan pelanggan datang ke kami adalah yang sudah biasa datang. Mereka acap mempercayakan jasa cetak kepada percetakan yang sama,” ujar Rio sambil mengawasi perkejaannya.
Salah satu kiat untuk dapat bersaing dengan percetakan menegah di jalan Murwadi, beberapa kios percetakan kecil, harus berani memasang tarif murah. “ Selain langganan yang loyal, mereka datang ke percetakan kecil karena harganya yang relatif lebih murah dibanding percetakan menengah. Kalau masalah kualitas, jelas kami sulit bersaing. Kapasitas dan jenis mesin yang kami miliki bisa dibilang jauh dengan percetakan menegah.Karena itu kami harus menawarkan harga miring,.” Tambah Rio.
Ketimpangan jelas terbukti jika melihat percetakan menegah menggunakan mesin Heidelberg, Roland dengan tipe GTO dan SORMZ, sedangkan percetakan kecil mayoritas dilengkapi Mesin took dan Hamada. Namun mereka tidak gentar, dan percetakan kecil keukeuh tak ingin alih profesi, karenanya itu tadi, tiap pelanggan mempunyai kebutuhan tersendiri dalam memenuhi selera hasil cetaknya. Kalau ada pelanggan yang sudah puas dengan hasil cetak mesin TOKO,RYOBI atau HAMADA, mengapa harus dicetak dengan mesin HEIDELBERG, begitu alasannya.
PERCETAKAN MENEGAH
Selain Mukti Abadi, X- presi, Jadi Jaya dan Bianglala, salah satu percetakan menengah adalah Rajawali Printing. Bertenagakan 19 orang karyawan cetak, Rajawali Printing telah berkecimpung didunia ini selama empat tahun.
Untuk bisa bertahan dalam persaingan ketat bisnis percetakan di jalan Murwadi, diakui Dian Budiman selaku penanggung jawab Rajawali Printing tidaklah mudah. Namun Dian tidak takut kalah bersaing, baginya kunci keberhasilan adalah dengan memuaskan pelanggan.
Mutu yang baik adalah salah satu faktor utama yang harus selalu dijaga. Sedangkan untuk mendapatkan mutu yang baik, harus ditunjang dengan mesin yang prima.
Untuk menjaga kualitas dan kepuasan customer, Rajawali Printing menggunakan 2 mesini utama. Heidelberg GTOV, 4 warna ukuran 52x36cm dan Roland 100, 4 warna ukuran 66x48cm. Rajawali Printing juga dilengkapi dengan mesin potong, mesin lipat, mesin jahit kawat ( stitching ), mesin expose plate,” ujar Dian ramah.
Tak jauh berbeda dengan percetakan menengah lainnya di Jalan Murwadi, Rajawali Printing mematok harga Rp 150.000 per plate dengan minimum 5000 cetak untuk penggunaan mesin Roland, sedangkan untuk GTO dikenakan biaya Rp 90.000 pewarna minimum 5000 cetakan.
Tak hanya mutu, Rajawali Printing ternyata memiliki kiat tersendiri untuk menggaet kilen.Pendekatan kekeluargaan disinyalir menjadi kunci utama.
Kami selalu memberikan servis yang baik. Setiap pelanggan yang datang ke Rajawali Printing kami perlakukan ibarat teman. Kami jugamemberikan kebebasan bagi merreka utnuk dapat mengawasi dan memberikan pengarahan proses pencetakan, adjusting, warna maupun komplain.Layanan ini sendiri dirasakn oleh TIM MAJALAH GRAFIKA INDONESIA.Sejak kedatangan di Rajawali Printing sambutan hangat selalu diberikan kru dan staff.
Agar mutu selalu terjaga, kualitas sang operator tak boleh dilupakan. Pekerja di Rajawali Printing jelas terdiri dari para ahli, pasalnya untuk seorang yang bisa berkeja disana selain harus memiliki pendidikan khusus dibidang grafika, juga pengalaman yang cukup.
Untuk bisa ikut berkecimpung didunia percetakan, Rajawali Printing harus merogoh modal yang cukup besar. “ Untuk mesin GTO saja, kita mengeluarkan dana 3 miliar rupiah. Belum ditambah biaya prosduksi, perawatan, dan gaji karyawan. Total pengeluaran kami untuk menggaji karyawan cetak sekitar empat juta rupiah perbulan. Angka ini belum termasuk total upah finishing perbulan sebesar Rp 750.000, uang makan sebesar Rp 10.000 perorang, upah lembur, kerajinan,” tandasnya.
Dengan membenamkan dana investasi diatas 3 milyar, Rajawali Printing dapat meraih omzet perbulan 100-200 juta rupiah. Tak heran untuk mengembalikan modal, mereka harus mendapatkan order yang tak sedikit pula. Menurut Dian, keuntungan terbesar didapat dari mencetak buku dan majalah. Karena buku memiliki banyak halaman, biasanya order hingga beberapa set. ( yang dimaksud disini adalah 4 color itu = 4 set). Finishing buku rata2 juga dilakukan disini, tukas Dian.
Ketika ditanya mengapa membuka percetakan didaerah jalan Murwadi yang sudah banyak pesaingnya, Dian menjawab santai, “ Sebenarnya kami terinspirasi oleh kesuksesan percetakan Mukti Abadi yang tak berada jauh disini. Disini juga letaknya sangat strategis. Disini yang menunjang proses cetak, seperti toko kertas, tempat setting, laminating, tempat mebuat flim, jadi mau kemana-mana gampang.Lagipula, kami tak takut kalah bersaing.Kami memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan percetakan lainnya,” katanya lepas.
BIANGLALA SAINGAN BARU
Sengitnya persaingan di jalan Muwardi rupanya tak menghalangi lahirya percetakan baru. Bianglala adalah salah satu yang masih “ hijau” di kawasan ini. Di usia yang baru menginjak di minggu kedua, pimpinan Bianglala- yang tak ingin namanya disebutkan – mengaku optimis akan dapat sukses berkompetisi.
“ Meskipun baru kami akan buktikan bahwa Bianglala lebih maju dibanding percetakan lain,” tukasnya.
Bermodalkan sebuah mesin Heidelberg GTO 4 warna, ukuran 52x36cm dan enam orang operator cetak, Bianglala akan mengusahakan yang terbaik untuk mencari pelanggan. Sayangnya, Bianglala belum dapat mengambarkan dengan jelas strategi apa yang akan ditempuh untuk memenangkan persaingan.
“ Karena masih baru, kami masih akan mempelajari bagaimana persaingan disini. Setelah itu, kami akan mencari straategi dan taktik yang tepat untuk bisa unggul dari yang lainnya.” Ujarnya.Ketika ditanya alasan mengapa membuka usaha percetakan di tempat yang sudah memiliki banyak percetakan. Bianglala mengaku justru ingin sukses seperti percetakan- percetakan senior di jalan Murwadi. “ Kami melihat bahwa pasar percetakan disini memang bagus.Kami yakin Bianglala dapat sukses disini.”
Dengan modal sekitar dua milyar rupiah untuk membangun Bianglala, mereka mematok harga ongkos cetak sebesar Rp 85.000,- per plate untk 3000 lembar.
Dari penelusuran di daerah itu, pembaca dapat melihat pengalaman yang menarik, bahwa tiap usaha percetakan mempunyai pangsa pasar tersendiri, bahkan yang tidak mempunyai papan nama sekalipun. Selain itu kita dapat menarik pelajaran dari mereka bagaimana mereka bisa bertahan dengan menjaga customer agar tetap loyal pada percetakannya, dengan menjaga kualitas dan servis yang memuaskan. Dimana kualitas dan servis merupakan salah satu alasan untuk memenagkan persaingan yang kian ketat.

0 comments: